/* ----------------------------------------------- gambar halaman utama http://1.bp.blogspot.com/-7vDs5hMaDho/U268E2ecF4I/AAAAAAAADY8/RBHVTTuJrxc/w300-h140-c/no-image.png http://3.bp.blogspot.com/-ltyYh4ysBHI/U04MKlHc6pI/AAAAAAAADQo/PFxXaGZu9PQ/s60-c/no-image.png gambar bawah artikel http://3.bp.blogspot.com/-zP87C2q9yog/UVopoHY30SI/AAAAAAAAE5k/AIyPvrpGLn8/s1600/picture_not_available.png ----------------------------------------------- */

Horror lokal 80-an, Suzzanna & Telaga Angker

Indonesia sebagai negara yang punya kultur mistik kuat, punya banyak sekali cerita hantu. Setiap daerah bahkan mempunyai 'hantu-khas' nya sendiri-sendiri.

Di kampung gue dulu, selain 'hantu-mainstream' ( hantu kelas A ) --pocong, kuntilanak, atau genderuwo-- kami masih punya banyak lagi hantu-hantu kelas B yang sebenernya menarik kalo dieksplorasi dan dijadiin pelem.

Misalnya aja, hantu 'Glundung Pringis'. Itu sejenis hantu berbentuk kepala berwajah rusak yang kalo dideketin akan nyengir ( meringis ) dan lari dengan cara meng-gelundung-kan diri. Ada lagi yang namanya 'Tripenjalak', sesosok hantu yang disetiap pemunculannya konon selalu ditandai bunyi gemerincing, hantu ini berbentuk kuda namun berwajah perempuan cantik. Masih ada lagi 'Banaspati ( Fire Demon ) ', 'Teluh ( Black Magic )' 'Wewe Gombel ( Big-Boobs ghost haha )' dll. Nah, hanya dari satu wilayah aja kita bisa mendapat sederet nama hantu. Gue nggak bisa ngebayangin hantu apa yang ada di Samarinda, Makassar, Maluku, atau Papua haha. ( Sementara di benua lain kita hanya kenal beberapa makhluk supranatural seperti Dracula, Werewolf atau zombie. )

Tentu aja sekarang kita tahu kalo hantu-hantu itu cuman karangan orang tua buat nakutin anak kecil yang suka maen diluar malem-malem. Tapi toh, dongeng-urban seperti ini udah terlanjur meresap di masyarakat yang akhirnya malah membuat dongeng-dongeng itu jadi beneran seperti hidup. Kisah-kisah itu di dongengkan turun temurun di tiap generasi ( ditambah bumbu-bumbu ciptaan sendiri agar ceritanya makin dramatis ) lalu menjadi  favorit anak-anak untuk dijadikan bahan bualan kepada yang lainnya.

Kunang-kunang dibilang kuku orang mati, kelapa jatuh tengah malem dibilang Glundhung Pringis, meteor dibilang teluh/santet, monyet piaraan lepas dan nongkrong di genteng dibilang ada yang nyupang monyet. Kucing seliweran didepan rumah orang yang lagi hamil tua, dibilang perwujudan Kuntilanak. Macem-macem.

Begitulah, masyarakat lebih akrab ama penebar terror dari alam lain alias hantu daripada pembunuh-berkampak atau keluarga sakit-jiwa.

Dalam hubungannya ama dunia per-film an, itulah alasan kenapa sineas-sineas lokal kita lebih seneng maen-aman memenuhi selera masyarakat dengan bikin pelem demonic-horror daripada beresiko rugi membuat pelem2 bertema apokalip-horror atau personality-horror.

Lewat layar bioskop/film, 'hantu-hantu' yang selama ini hanya hidup dalam imajinasi, dipertontonkan wujud nya dan itu terbukti ampuh untuk membuat gedung2 bioskop selalu penuh pada era nya.

Gue nggak mau ngebahas tentang gimana 
sineas kita kemudian terjebak pada horror hantu-hantuan tanpa diimbangi ama progress kreatifitas, taste dan skill, sementara zaman mulai berubah dan audiens menuntut sesuatu yang lebih. 
Gue juga nggak mau mulai ngebahas tentang pelem horror-lokal era 2003 keatas, soalnye ngomongin ini cuman bikin gue emosi doang hehe.

Gue cuma pengen cerita, bahwa dulu ditahun 70-80an sinema horror-hantu lokal kita pernah menemukan karakter dan jati dirinya sendiri. Itu sebuah era ketika sineas kita belum me-makeup hantunya buat jadi semirip mungkin ama Sadako dan cuma mengkopi-paste feel ama spooky-tactics pelem hantu2an dari Jepang, Korea atau Thailand.

Nggaaak, gue nggak bilang kalo pilem2 dari negara itu jelek kok, cuman maksud gue..err..yaudahlah, itu style mereka..ga usah juga kita copy-paste. Kita pernah punya cara sendiri buat nakut-nakutin penonton kok, dan bahkan kalo mau ber-eksplorasi ( dengan banyaknya hantu  dinegeri ini ) kita bakalan jadi kiblat pelem per-hantu-an di Asia. Trust me.


Kalo udah nyampe sini, mau gak mau kita harus ngomongin artis yang namanya 'Suzzanna' (alm). Seorang artis-horror yang selalu berperan sebagai hantu kuntilanak/sundel bolong, saking lekatnya dia dengan peran itu sampai aura mistisnya tetep terpancar bahkan ketika dia sedang tidak berperan ( ada yang bilang doi makannya bunga-bunga an haha serem banget ya ). Gue pikir belum ada artis lain di Indonesia saat ini yang bisa menggantikan posisi Suzzana (alm) sebagai ikon horror lokal.

Ini salah satu pelemnya :

TELAGA ANGKER (1984 )

Storyline : 

Anita ( Suzzana ) adalah seorang ibu dari sebuah keluarga kecil yang bahagia.

Namun, kebahagiaan keluarga ini hancur berantakan ketika sekawanan perampok berkostum gay menyatroni rumahnya. Lena, adik suaminya tewas ditusuk sementara dia yang sedang hamil tua mencoba melarikan diri dengan mobil. Sayang, gerombolan perampok itu mengejarnya ( yang satu pake jeep, yang satu lagi pake mobil bak yang biasa kita liat buat ngangkut pasir :D ) , dan bukannya kabur kejalan ramai, Anita malah nyetir mobilnya ke arah jalanan sepi. Gue juga nggak tahu kenapa, mungkin panik.

Maka ketika mobil Anita terjebak di tepi sebuah telaga, tanpa ampun jeep perampok itu mendorongnya. Dan dengan di dukung efek paling megah dalam film ini, mobil Anita pun terpelanting ke arah telaga lalu tenggelam. Anita tewas.

Sejak itulah telaga itu menjadi angker.

Ya, para penjahat itu lupa, bahwa di Indonesia, semua perempuan korban kekejaman perampok ( apalagi pemerkosaan ) dipastikan akan menjadi arwah gentayangan ( kalo nggak Kuntilanak ya Sundel Bolong ).

Dan repotnya, sang arwah gentayangan ternyata bukan hanya menteror musuh2 yang menyebabkan kematiannya saja, namun dengan sense-of-humor yang tinggi, hantu ini juga menjahili beberapa tukang ronda, hansip iseng, tukang kerupuk tak bersalah, dukun bergigi tonggos, muda-mudi yang pacaran di tengah hutan, sampe sindikat pengedar narkoba perusak moral bangsa.

Yah, Anita telah menjelma menjadi hantu iseng penjaga akhlak dan moral bangsa! Bagaimana kisah selanjutnya? kalian bisa tonton pelemnya kapan-kapan di TPI :D

Review :

Ini adalah pelem yang waktu kecil dulu berhasil membuat nyokap gue marah-marah, " makanya..lain kali nggak usah nonton pilem horror! " iye, beliau marah-marah, soalnya setelah nonton pelem ini gue selalu minta ditemenin kalo ke W.C haha. Tapi beneran, adegan kepala nongol dari kloset dalam pelem ini berhasil  menghantui gue untuk beberapa minggu.

dan ketika kemaren akhirnya gue bisa nonton lagi pelem ini, alamaaakk..pelem ini ternyata tetep berhasil bikin gue ngompol di celana. Bedanya kali ini bukan karena serem, tapi karena ketawa terpingkal-pingkal. haha

Bayangin aja, semua tragedi dalam 'Telaga Angker' ternyata berawal dari adegan ini :

Suami Anita, Rudi ( George Rudy ) kecopetan ketika sedang berjalan-jalan di err..kalo ga Dufan mungkin Ragunan. Di adegan ini, kamu bisa liat kalo ciri khas preman jaman dulu adalah dia suka minum teh kotak.

Nah, dikejar dah tuh salah satu pencopet ama Rudi, dan akhirnya dia berhasil mengalahkan sang pencopet setelah terlibat perkelahian seru menggunakan tongkat bambu.

sang pencopet pun mengembalikan dompet Rudi,

Rudi sedang memeriksa dompetnya..
Namun setelah diperiksa, ternyata uangnya sudah hilang. Dia pun terlihat kesal lalu sambil menggerutu : 'bangsat!' Rudi melemparkan dompet kosongnya kembali ke arah pencopet yang baru dipukulinya. dan ternyata..jreeeng!

oh my braiin..dia nggak ngambil KTP-nya!!
Haha dan dengan bantuan alamat di KTP di dompet  itulah kawanan copet sekaligus perampok ini menyatroni rumah Anita. Jadi, gue nggak tahu harus mengutuk kekejaman kawanan perampok atau ke-idiot-an George Rudy yang nggak ngambil KTPnya haha.

..........................

'Telaga Angker'  ternyata mempunyai premise dan plot sama persis dengan film hit Sisworo sebelumnya, 'Sundel Bolong ( 1981 )',

Keluarga bahagia-mengalami tragedi ( diperkosa/dirampok )-jadi hantu-bales dendam-bokir+dorman borisman- kyai baca ayat kursi-Tamat.

Namun disini, premise itu digarap dengan terburu-buru dan lemah di semua lini nya.  Alur cerita yang sebenernya bisa dibikin tight sepert Pengabdi Setan, kali ini nggak dilakukan oleh Sisworo. akibatnya cerita menjadi melebar dan pointless mulai menit ke 40 ketika hantu Anita tanpa alasan mulai mengganggu orang-orang yang sebenernya nggak ada hubungan ama kematiannya.

Dalam sebuah adegan ketika Rudi, sedang berjalan-jalan dia melihat warga yang sedang menggotong jenazah.

" Maaf, ada apa pak? " tanya Rudi.
Warga : " ada muda-mudi mati gancet. anunya nggak bisa lepas "
Rudi : " Loh, kenapa? "
Warga : " Gara-garanya semalem mereka 'main' di tepi telaga angker itu.."

Haha begitulah, hantu Anita bahkan membuat sepasang muda-mudi ini mati gancet, yang ternyata alasannya adalah mereka merusak akhlak bangsa wkwkwkw dasar Orde Baru! bwahahahaha

Lalu nggak dijelasin pula  kenapa Anita yang tewas tenggelam di telaga ketika bangkit malah menjadi hantu dengan lubang besar di punggung? apakah punggungnya di gerogotin ikan didalam telaga? sayangnya gue juga nggak tau, haha

Jangan lupain pula dialog-dialog kocak super-kaku yang sepertinya diucapin para pemainnya sambil menghafal skrip dengan penghayatan nggak lebih bagus dari akting pemaen sandiwara panggung agustusan.

Ya, kamu akan cape sendiri kalo maksa membuat list semua kebodohan yang ada di pelem ini.

Karena gue ga tau mau nulis apalagi,  gue kasih aja deh gambar2 dari beberapa hillarious-stupid-fun yang ada dalam pelem ini  :

Q : Sundel Bolong bisa nyetir buldoser? A : Bisa!!
die you asshole!!


Q : Sundel Bolong bisa ngerokok? A : Bisa!!
bahkan die bisa ngeluarin asepnya dari kuping!
Lupain spinning-headnya Linda Blair! ini lebih hardcore!
Q: apa persamaan Sundel Bolong & Superman? A : Liat aja gambar diatas.
oyah, die juga kebal peluru!
tp jelas Sundel Bolong jauh lebih super dari Superman..die bahkan bisa nyemburin api.
Nah kalo adegan yang ini pasti ditunggu2 oleh para penonton pria ( sengaja gue spoiler ) :

Boobs!!



Image and video hosting by TinyPic


Overall, Telaga Angker menurut gue sih bukan salah satu pelem terbaiknya Sisworo Gautama Putra. Dia begitu inferior dibandingkan ama Pengabdi Setan atau Sundel Bolong, walaupun begitu, pelem ini nyatanya udah terlanjur menempati memori di kepala gue sebagai salah satu pelem horror lokal yang paling memorabel.
.......................................................

desain tribute untuk adegan memorabel dalam 'Sundel Bolong (1981)' bikinan temen gue, taken from : http://tremorizer.deviantart.com/

Kalo udah gini, timbul pertanyaan, apa sih istimewanya pelem-pelem horror Suzzana sampai dia begitu membekas di benak audiensnya bahkan adegan-adegannya pun masih kita ingat sampe sekarang ? ( Sundel Bolong makan sate, anyone? ). Kalo kamu perhatiin lapak-lapak DVD, pasti kamu akan menemukan VCD/DVD Suzzanna disana. Ini menandakan permintaan masyarakat masih banyak. Film2nya ternyata masih digemari. Kasusnya menjadi menarik, karena pelem-pelem Suzzanna ini sudah berumur hampir 30 tahun!

Haha dari segi teknis sih, seperti udah gue opinikan di review Telaga Angker jelas nggak ada yang istimewa, jadi kenapa? Kalo pendapat instan gue sih, mungkin itu karena :

Film-film horror Suzzana terasa sangat dekat dengan penontonnya.

Perhatiin cerita, setting ( perkampungan ), karakter-karakter ( hansip, tukang ronda, tukang kerupuk, tukang sate, dukun, Kyai, dll ), sampe jenis hantunya yang orisinil khas Indonesia dan nggak ada dinegara manapun. ngomongin soal jenis hantu, ke-khas-an ini pula yang membuat audiens mancanegara mencap Indonesia di sebuah forum internasional sebagai : weird-ghost country. Bayangin, kita punya hantu bernama 'Leak' yang konon adalah hantu berbentuk kepala wanita terbang dengan organ-organ tubuhnya yang bergelantungan. Amazing!

Di film2 jadul, semuanya begitu kental akan lokalitas dan itu berhasil membuat penonton larut dalam cerita. Mereka merinding ketika layar menayangkan adegan seram, mereka juga tertawa ketika adegan sampai pada sesi Bokir + Dorman Borisman.

Pelem horror tahun 80-an ( selain Telaga Angker ) juga nggak lupa ama cerita. Jadi, ceritanya sendiri udah serem, misal ( Lukisan Berdarah, Pengabdi Setan dll ) dan hantu disitu muncul sebagai bagian dari cerita.

Kalo kita liat sebagian besar pelem2 horror nowadays, menu utamanya cuman pemunculan hantu yang seneng nongol di sekolahan atau kampus dengan make-up dan spooky-tactics bombastis yang justru dibikin menjauh dari penontonnya dengan mengadopsi look & feel pelem hantu2an dari negara yang udah gue sebutin diatas. Dan parahnya mereka nggak berusaha membangun cerita atau menciptakan atmosfir ( atau mungkin berusaha namun gagal ). Mereka cuma pengen terlihat se-keren mungkin memunculkan hantunya, Oyah tentu aja dengan dilengkapi trik-kejut nyebelin +  backsound yang sama sekali nggak nakutin tapi ngagetin doang. shitty-fuck. Cukup..cukup jangan diterusin haha.

Tentu aja bukan berarti pelem horror lokal harus kembali ke-tradisional dengan bersetting di desa atau nampilin tokoh dukun atau kyai.  Tapi, maksud gue seorang sineas seharusnya melakukan riset dulu sebelum membuat filmnya. ( terutama kalo pelem yang dibuat ber-genre horror hantu  'urban-legends'. )  Dia harus menggali sebanyak mungkin lokalitas untuk membuat film dan ceritanya menjadi dekat dengan penonton.

Salah satu pelem horror-hantu lokal baru yang cukup jeli mengeksplorasi ini adalah pelem 'Keramat' nya Monty Tiwa. Walaupun output nya ternyata belum maksimal, tapi usaha Monty buat menggali lokalitas tentunya harus kita apresiaisi.

Nah, kalo atmosfir udah di dapet, percaya deh sang hantu nggak perlu menunjukkan muka-seramnya sambil mengesot dengan efek-efek berlebihan buat nakutin penonton. 

Soalnya, mistis indonesia tuh udah serem dari sononya! 

Gimana caranya, itu tugasnya kru-film ye, bukan tugas gue hehe.

kembali ke soal pelem horror 80-an, 
Selain hal yang udah gue ceritain diatas, keluguan/kejujuran/ kesederhanaan ( atau boleh juga kalian bilang : kebodohan ) Sisworo Gautama Putra, Tjut Djalil dll  dalam usahanya untuk semaksimal mungkin menghibur penonton tanpa berusaha terlihat keren, --Misalnya, buat bikin hantu tengkorak, doi cuma pake tengkorak yang sering kita liat di laboratorium Biologi SMP wakakak--- akhirnya juga malah membuat penonton memaafkan kelemahan-kelemahan itu untuk kemudian dengan tulus mau mentertawakannya meng-apresiasi-nya. 
Bahkan sekarang kelemahan itu menjadi bagian yang sangat menghibur hahaha


Ya, gue emang nggak lagi ngomongin film bagus secara teknis diliat dari standar-konvensional, tapi sedang curhat 

tentang sebuah film ( ber genre horror-hantu ) yang setelah melewati waktu cukup lama, dengan caranya sendiri ternyata berhasil untuk terus diingat. Dia terus diperbincangkan, digemari, dipuji dan tetap mempunyai pendukungnya sampai sekarang.  Bahasa kerennya : Cult-Classic.

Dan beberapa film hantunya Suzzana (alm) ( nggak semuanya ) udah berhak menyandang predikat cult. Bersanding ama Jaka Sembung, Pembalasan Ratu Laut Selatan, Balada Cewek Jagoan dll.

............................................................


Sayangnya, semenjak hit 'Sundel Bolong' industri film Indonesia seperti mempunyai kebiasaan jelek yaitu, ketika sebuah film berhasil menjadi box-office ( diterima masyarakat ) maka dipastikan bulan-bulan berikutnya bioskop akan dipenuhi film-film bertema sejenis. Dan sayangnya lagi, ini tanpa diimbangi ama kreatifitas. 

Dalam hal ini kita patut merasa iri dengan perkembangan sinema-horror di negara tetangga ( Thailand ), yang jika kamu nonton Phobia 1 & 2, disitu keliatan banget para filmmakernya berlomba2 saling adu kreatifitas, menggali kultur, pamer skill dan nggak mau sama dengan yang lainnya. Di Indonesia yang terjadi justru sebaliknya.

Ini jugalah yang kemudian membuat geliat perfilman nasional pernah ambruk di pertengahan tahun 90-an ketika penonton  akhirnya sampai pada titik bosan dan lelah dengan repetisi dan tema yang seragam. Kemudian bioskop diserbu pelem-pelem sex-nanggung yang diproduksi mungkin dengan biaya sekitar 5 juta saja dan di syut pake handycam haha. Lesunya perfilman seakan mendapat pukulan telak ketika VCD Player + rental VCD nya lahir dan menjadi media alternatif masyarakat buat nonton pelem. Bioskop mulai ditinggalkan dan sejak saat itu, perfilman nasional bisa dikatakan 'mati-lemas'.

.......................................................

Gejala yang sama terulang lagi sekarang ketika kesuksesan 'Jelangkung'  yang dianggap sebagai tonggak awal kebangkitan sinema-horror lokal ( walaupun buat gue film ini overrated ) ternyata dijawab dengan serbuan pelem-pelem horror sejenis tanpa progress-kreatifitas berarti.

FYI, Pelem horror terbaru yang siap rilis adalah 'Pocong Jumat Kliwon' ( yang merupakan film horror dengan kandungan kata Pocong kesekian-ratus kalinya ) dan 'Pengantin Pantai Biru' ( juga pelem thriller kesekian yang mengandung kata 'Pengantin' didalamnya ). Nah tuh, kalo udah gini tinggal tunggu aja momen untuk menyambut matinya kembali sinema horror lokal kita.

desain kaos Sundel Bolong bikinan temen gue, cek : http://corpseeaters.blogdrive.com/

Oyah terakhir, gue mau cerita kalo rumah gue kebeneran deket ama rental VCD/DVD. Gue sering maen ke rental itu dan tahu kalo peng-konsumsi terbesar pelem horror-lokal 2005an keatas ternyata justru anak-anak kecil usia SD.

gue pernah nanya ke salah satu diantara mereka,
" kenapa sih suka nonton pelem2 horror kaya gitu? emang serem ya?"

jawabnya..

" nggak serem sih mas..tapi seru banyak tete' nya "

-______-"

.......................................................

Haha. panjang ya tulisannya :D
Tulisan ini emang sengaja gue posting sebagai 'EDISI LEBARAN' seperti halnya pelem Warkop, Oma Irama , Barry Prima dan Suzzana yang dulu selalu menghiasi  ketika lebaran tiba.

Jadi, selamat berlebaran :)

+ disclaimer :
desain illustrasi Sundel Bolong yang gue pasang di awal tulisan, gue ambil dari blog ini :http://unded.deviantart.com/

Share on Google Plus

About Kanda Sorata

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment

Harap berkomentar yang sopan