
Melalui paranormal, mereka mengetahui alam mistis di sekitar mereka sedang berkecamuk. Kehadiran mereka justru memperburuk keadaan. Hingga puncaknya pemeran utama wanita yang kerasukan roh halus itu menghilang.
Apakah yang terjadi selanjutnya? Sebenarnya misteri apa yang terjadi?
Sepanjang ingetan gue, film horror lokal era 2000-an yang gue tonton sampe abis cuman 'Kala', 'Pintu Terlarang' dan yang terakhir 'Rumah Dara'. Film yang lain cuma gue tonton ga serius, cuma buat di ketawain :D jeleknya amit-amit!, bahkan film horror-laris kaya : 'Jelangkung', 'Kuntilanak', apa 'Pocong' kaga ada yang mampu bikin 'sentimen-negatif' gue tentang film horror-lokal memudar.
Pas nyewa film ini di rental, gue udah bersiap-siap bikin review kaya 'Psikopat', namun rasanya instant-judgement gue --yang biasanya bener-- kali ini sedikit meleset. karena ternyata setelah ditonton, filmnya 'nggak kancrut-kancrut amat'. hehe
Oke, kita langsung ke review.
Sekedar info aja, --garis besarnya--, konsep handheld-camera adalah sebuah konsep penceritaan film yang ditampilkan dari sudut pandang kamera yang di pegang seorang subyek-nya. Dari konsep ini, yang ditawarkan pembuatnya adalah kesan 'realistis' yang cenderung kasar / apa adanya karena kamera yang nggak stabil, fokus yang berantakan dll. Nah, setelah itu, harapan pembuanya tentu dapat mengajak penonton ikut merasakan dan terlibat secara emosi atas apa yang tampil di layar.
Tema ini sama ama film pendeknya Riri Riza, 'Titisan Naya' di Antologi 'Takut : Faces Of Fear.' Hanya bedanya Keramat' dieksekusi dengan konsep 'Cloverfield' yang settingnya di pindahin ke dalam hutan Candi Boko, dan monster raksasanye di replace ama makhluk-makhluk mistis khas Indonesia.
To the point, Film ini menarik di menit-menit awal, namun boring dan ngedrop dipertengahan sampe menit2 akhir ,
namun untungnya, itu dibayar ama beberapa scene-nya yang berhasil bikin gue meringis dan terkesan. Oke, gue ngaku deeh..adegan pocong melompat-lompat --di depan handycam yang terjatuh-- kemudian 'doi' berdiri didepannya selama beberapa detik, udah berhasil ngasih gue sensasi yang sama ama apa yang gue rasain ketika ngelihat ' hantu mengetuk2 jendela' dalam 'Pengabdi Setan'. Jelas, itu sensasi yang sama sekali nggak gue dapetin dari 'Paranormal Activity'. hoho, aneh, biasanya gue kebal ama segala jenis pocong hahaha
Semua cast juga gue pikir berakting 'cukup untuk kebutuhan film'. Bahkan debutan 'Migi Parahita' juga bermain nggak mengecewakan. Nggak bakalan menangin piala Citra emang, tapi gue bilang cukup. itu aja. Sedikit 'fun stuff', konon pembuatan film ini dikerjakan tanpa memakai script. jadi 15 menit sebelum take sang sutradara hanya memberi arahan adegan yang akan diambil, --sementara urusan dialog dan apa yang dilakukan pemaennya--diserahin pada improvisasi masing-masing. Di beberapa scene, trik ini berhasil ngasih nuansa realitas yang bagus, discene lainnya cuma menghasilkan usaha 'dramatisasi / aksi-sadar-film' nan lebay dan gerakan2 nggak penting yang garing.
Satu pujian lagi gue kasih buat Monty atas keputusannya nggak masukin tokoh gembrot atau banci yang biasanya kehadirannya malah mengganggu di film-film ginian, walaupun teriakan/jeritan karakter2 dalam film ini --yang menggantikan absennya illustrasi musik di sepanjang film -- ternyata sama annoying nya hahaha asli, nih gue nyetel film dengan volume dikecilin dan tetep aja annoying.
Kritik terbesar film ini jatuh pada desain kover/poster yang buruk, sungguh membuat siapapun berfikir "Keramat' adalah film sekelas 'Genderuwo'. Desainnya bahkan sama sekali nggak berhasil ngasih tau gue kalo ini adalah film dengan konsep ' Handheld-Camera' yang raw. Tapi, okelah emang masih mending gitu sih daripada poster nipu film2nya Nayato yang sok stylish/keren, tapi filmnya kancrut haha
terus, desain opening ama closing title sama aja jeleknya ama kover, hehe malahan pas ngeliat desain opening/closingnya gue keingetan ama desain opening/closing video-penganten yang biasa gue kerjain dulu :D
Hal menyebalkan lainnya, Monty Tiwa juga keliatan berusaha membuat filmnya 'berisi' dengan memberi 'ceramah' isu keseimbangan antara manusia dan alam. dan blunder fatalnye, pesan moral yang menggelikan ini disampaikan dengan cukup eksplist dan terkesan menggurui. Pesan moral bukan hal yang pengen gue cari di sinema-horror, boss...Fail!
Gue selamet nonton sampe abis tanpa ketiduran, tanpa harus cape ngeluarin dirty-word dan mencet tombol fast-forward di remote seperti biasanya, dan bahkan bisa menikmati beberapa adegannya.
Nggak bagus-bagus amat memang, tapi jelas bukan film jelek yang pantas disandingin ama "Psikopat'. So, list film horror-lokal yang gue tonton ampe abis bertambah satu : 'Keramat'.
dan tekan tombol 'PLAY'!.
0 comments:
Post a Comment
Harap berkomentar yang sopan